![]()
Ketahuilah, bahwa lâ nafi itu me-nashab-kan isim nakirah (tidak me-nashab-kan
isim ma'rifat) tanpa tanwin (dengan syarat):
dan lafazh lâ tidak berulang-ulang.
Contoh:
![]()
= tiada seorang laki-laki pun di dalam rumah.
Maksudnya: Tiada seorang laki-laki pun
(meniadakan sama sekali); namanya Lâ linafyil jinsi. Jadi
mafhum-nya:
![]()
rafa' (sebab isim nakirah menjadi mubtada yang diakhirkan) dan
lâ-nya wajib berulang-ulang, seperti dalam contoh:
(di dalam rumah itu tidak ada laki-laki dan tidak ada pula wanita).
Lâ yang 'amal-nya demikian itu, tidak meniadakan sama
sekali.
![]()
nakirah), maka dibolehkan mengamalkan lâ (yaitu me-nashab-kan
isim nakirah) dan boleh pula membiarkannya (yakni, tidak me-nashab-kan
isim nakirah).
![]()
Apabila kamu menghendaki, katakanlah
![]()
(di dalam rumah itu tidak ada laki-laki dan tidak ada pula wanita); dan
apabila kamu menghendaki, boleh kamu katakan
![]()
(dengan memakai harakat dhammah pada lafazh rajulun dan
imra'atun-nya).
Kalau lafazh
![]()
dan
![]()
di-nashab-kan, maka menjadi isim lâ yang beramal; dan
kalau Iafazh
![]()
di-rafa'-kan, maka menjadi mubtada dan lafazh
![]()
sebagai khabar-nya, sedangkan lafazh lâ-nya di-ilgha-kan
atau dibiarkan dan lafazh
![]()
di-'athaf-kan kepada
![]()
Kata nazhim:

Hukum (ketentuan) lâ sama dengan ketentuan inna dalam hal mengamalkannya,
maka nashab-kanlah dengan lâ bila isim nakirah bertemu dengannya. Tetapi
bilamana lâ berulang-ulang, maka kamu harus memberlakukan huruf lâ, demikian
pula dalam hal mengamalkan atau meng-ilgha-kannya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kalimat tersebut boleh dibaca:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar